TEKNIK
PEMURNIAN ENZIM DAN KINETIKA ENZIM
Disusun oleh:
Ummu
choridah ummah (14040057)
SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH TANGERANG
Jl. Raya Tigaraksa KM.4 No.13, Banten 15720, Indonesia
Telpon/Fax: (021)- 29867307
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena
limpahan rahmat serta hidayahNYA kami dapat menyelesaikan makalah TEKNIK PEMURNIAN ENZIM DAN KINETIKA ENZIM ini.
Terimakasih kami ucapkan kepada
Diana Sylvia, M.Si yang telah membimbing kami selama berjalannya pembuatan
makalah ini. Dan kami ucapkan terimakasih juga kepada rekan-rekan atas
kerjasamanya selama ini.
Makalah ini kami akui masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan
masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum wr.wb
Tangerang,
20 April 2016
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar ...................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................. ii
BAB I: PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang ..................................................................................................... 1
B.
Rumusan
Masalah ................................................................................................ 2
C.
Tujuan ................................................................................................................. 2
BAB II : TINJUAN PUSTAKA ........................................................................................ 3
A.
Elektroforesisi ...................................................................................................... 3
B.
Kromatografi ....................................................................................................... 8
C.
Imunokimia .......................................................................................................... 9
D.
Penggolongan
Enzim ........................................................................................... 11
E.
Kinetika
katalitik enzim ........................................................................................ 12
F.
Persamaan
Michelis- Menten ............................................................................... 13
BAB III :TEKNIK
PEMURNIAN DAN KINETIKA ENZIM ...................................... 15
A.
Teknik
Pemurnian Enzim .................................................................................. 15
B.
Kinetika
Enzim .................................................................................................... 20
C.
Faktor-
faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi Enzimatik ...................... 24
BAB IV:KESIMPULAN ................................................................................................. 25
A.
Saran ............................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam sistem biologi reaksi kimia selalu memerlukan katalis . Enzim adalah
salah satu yang berfungsi sebagai biokatalisator. Enzim merupakan
senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel
dan jaringan makhluk hidup. Enzim bersifat sangat spesifik baik jenis maupun reaksi substratnya.
Dalam tubuh manusia sendiri terdapat berjuta-juta enzim yang mana peran
masing-masing enzim tersebut sangat spesifik. Untuk itulah kemudian ada suatu
system penamaan enzim. Dalam tata cara penamaan enzim, biasanya
diawali dengan nama substrat dan di akhiri dengan akhiran –ase. Sebagai contoh
enzim sucrose, enzim ini berperan secara spesifik dalam menghidrolisis
sukrosa. Lalu ada lagi enzim lipase, yang berperan dalam hidrolisis lemak
(lipid).
Ada
begitu banyak jenis enzim, masing-masing memiliki kecepatan bekerja
yang berbeda-beda. Hal yang berkaitan dengan sebebrapa cepat
enzim bekerja inilah yang disebut dengan Kinetika
Enzim. Dalam makalah ini , kami berharap semoga pembaca dapat
lebih memahami apa yang dimaksud dengan kinetika enzim dan
hubungannya dengan persamaan Michaelis-Menten.
Enzim adalah molekul protein yang biasanya memanipulasi molekul lain -
substrat enzim. Ini target molekul mengikat ke situs aktif enzim dan diubah
menjadi produk melalui serangkaian langkah yang dikenal sebagai mekanisme
enzimatik.Mekanisme ini dapat dibagi ke dalam mekanisme tunggal-substrat dan
multiple-substrat. Studi kinetik pada enzim yang hanya mengikat satu
substrat, seperti isomerase triosephosphate, bertujuan untuk mengukur afinitas
dengan enzim yang mengikat ini substrat dan tingkat turnover.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini yaitu:
1.
Apa yang dimaksud dengan
Kinetika Enzim ?
2.
Factor-fartor apa saja yang
mempengaruhi kerja kinetika enzim?
3. Apa hubungan kinetika enzim dengan persamaan
Michaelis-Menten ?
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui apa yang
dimaksud dengan kinetika enzim.
2. Untuk mengetahui factor-faktor
yang mempengaruhi kerja kinetika enzim
3.
Untuk mengetahui apa hubungan kinetika enzim dengan persamaan Michaelis-Menten.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Elektroforesis
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen
atau molekul bermuatan
berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya
dalam sebuah medan
listrik. Teknik ini dipelopori pada tahun 1937 oleh ahli kimia
Swedia Arne Tiselius untuk pemisahan protein.
Sekarang telah meluas ke banyak pemisahan kelas yang berbeda lain dari
biomolekul termasuk asam nukleat, karbohidrat dan asam amino. Medan listrik
dialirkan pada suatu medium
yang mengandung sampel yang akan dipisahkan.
Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada
pada makromolekul,
misalnya DNA
yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui
suatu medium, kemudian dialiri arus listrik dari suatu kutub ke
kutub yang berlawanan muatannya maka molekul tersebut akan bergerak dari kutub
negatif ke kutub positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada
muatan terhadap massanya serta tergantung pula pada bentuk molekulnya.
Pergerakan ini dapat dijelaskan dengan gaya Lorentz,
yang terkait dengan sifat-sifat dasar elektris bahan yang diamati dan kondisi
elektris lingkungan:
F adalah gaya Lorentz, q adalah muatan yang dibawa oleh objek, E adalah
medan listrik.Secara umum, elektroforesis digunakan untuk memisahkan,
mengidentifikasi, dan memurnikan fragmen DNA.
a. Jenis-Jenis
Elektroforesis dan Cara Kerja
1.
Elektroforesis Kertas
Kisah teknik
pemisahan DNA/RNA ini berawal dari sekelompok ilmuwan biokimia di awal tahun
1950-an yang sedang meneliti mekanisme molekular DNA/RNA hidrolisis. Saat itu,
tepatnya tahun 1952, Markham dan Smith mempublikasikan bahwa
hidrolisis RNA
terjadi melalui
mekanisme pembentukan zat antara (intermediate) posfat siklik, yang
kemudian menghasilkan nukleosida 2′-monoposfat dan 3′-monoposfat.
Ternyata mereka menggunakan suatu peralatan yang dapat memisahkan komponen
campuran reaksi hidrolisis tadi, salah satunya yaitu nukleotida ‘siklik’ yang
membawa pada kesimpulan bahwa hidrolisis RNA terjadi melalui pembentukan
intermediate posfat siklik. Peralatan itu dinamakan ‘elektroforesis‘,
yang dibuat dari kertas saring Whatman nomor 3, sebuah tangki kecil dan
berbagai larutan penyangga (buffer). Nukleotida yang sudah terhidrolisis
ditaruh di atas kertas saring, kemudian arus listrik dialirkan melalui kedua
ujung alat elektroforesis.
Arus listrik yang dialirkan
ini ternyata dapat memisahkan campuran kompleks reaksi tadi menjadi
komponen-komponennya, ini akibat adanya perbedaan minor antara struktur molekul
RNA yang belum terhidrolisis, zat antara (intermediate) dan hasil reaksi
(nukleosida 2′-monoposfat dan nukleosida 3′-monoposfat) yang
menyebabkan mobilitas alias pergerakan mereka pada kertas saring berbeda-beda
kecepatannya. Karena pada akhir proses elektroforesis komponen tersebut
terpisah-pisah, sehingga dapat mengisolasi dan mengidentifikasi setiap komponen
tersebut.
Gambar Elektroforesis Kertas
Elektroforesis kertas
adalah jenis elektroforesis yang terdiri dari kertas sebagai fase diam dan
partikel yang terlarut sebagai fase gerak, terutama ion-ion kompleks. Pemisahan
ini terjadi akibat adanya gradasi konsentrasi sepanjang system pemisahan.
Pergerakan partikel dalam kertas tergantung pada muatan atau valensi zat
terlarut, luas penampang, tegangan yang digunakan, konsentrasi elektrolit,
kekuatan ion, pH, viskositas, dan adsorbsivitas zat terlarut.
2.
Elektroforesis Gel Kanji
Selanjutnya teknik
elektroforesis dikembangkan untuk memisahkan biomolekul yang lebih besar. Tahun
1955 Smithies mendemonstrasikan bahwa gel yang terbuat dari larutan
kanji dapat digunakan untuk memisahkan protein-protein serum manusia. Caranya
yaitu dengan menuangkan larutan kanji panas ke dalam cetakan plastik, setelah
dibiarkan mendingin kanji tersebut akan membentuk gel yang padat namun rapuh.
Gel kanji berperan sebagai fasa diam (stationary phase) menggantikan
kertas saring Whatman pada teknik terdahulu. Ternyata elektroforesis gel yang
diperkenalkan Smithies memicu para ilmuwan untuk menemukan bahan kimia lain
yang dapat digunakan sebagai bahan gel yang lebih baik, seperti agarosa dan
polimer akrilamida. Dan penemuan elektroforesis gel kanji di awal karir
Smithies membawanya menerima hadiah nobel bidang kedokteran tahun 2007.
Gambar Elektroforesis Gel
Kanji
Gambar Elektroforesis Gel
Teknik elektroforesis
gel makin berkembang dan disempurnakan, hingga 12 tahun kemudian ditemukan gel
poliakrilamida (PAGE = Polyacrilamide Gel Electrophoresis) yang
terbentuk melalui proses polimerisasi akrilamida dan bis-akrilamida.
PAGE ini sanggup memisahkan campuran DNA/RNA atau protein dengan ukuran lebih
besar. Meskipun aplikasi elektroforesis makin berkembang luas, namun ternyata
teknik ini masih menyerah jika digunakan untuk memisahkan DNA dengan ukuran
yang super besar, misalnya DNA kromosom. Campuran DNA kromosom tidak dapat
dipisahkan meskipun ukuran mereka berbeda-beda.
Gambar Prosedur Kerja Elektroforesis Gel
3. Pulse-Field Gel
Electrophoresis (PFGE)
Pertengahan 1980-an, Schwartz
dan Cantor memberitahukan ide cerdasnya untuk memisahkan campuran
DNA berukuran super besar menggunakan teknik yang dinamakan Pulse-field Gradient
Gel Electrophoresis (PFGE), yang menggunakan pulsa-pulsa pendek medan
listrik tegak lurus yang arahnya berganti-ganti. Teknik PFGE kini digunakan
secara luas oleh para ahli biologi dalam studi genotyping berskala
masif, juga analisa epidemiologi molekular pada patogen. Keempat teknik di atas
merupakan pintu masuk bagi penelitian-penelitian lainnya dalam bidang biologi
molekular yang kini berkembang sangat pesat. Sulit dibayangkan sebuah
laboratorium biologi molekular dapat menghasilkan sesuatu tanpa teknik
elektroforesis. Tanpa elektroforesis, DNA/RNA yang sedang kita teliti akan
bercampur dengan kontaminan yang tidak kita inginkan, sulit pula membayangkan
cara mengetahui ukuran DNA/RNA/protein yang lebih praktis selain dengan
elektroforesis, bahkan teknik DNA sequencing modern sekalipun sangat bergantung
pada teknik elektroforesis ini.
Gambar Pulse-field Gradient Gel Electrophoresis
(PFGE)
Elektroforesis digunakan untuk meneliti DNA dalam
berbagai bidang, misalnya :
1.
Di bidang kepolisian teknik ini digunakan nuntuk
pemeriksaan DNA, setiap orang memiliki karakteristik khusus, misalnya sidik
jari. Sehingga membantu polisi dalam mengungkap sebuah kasus.
2. Dalam kegiatan
biologi molekuler, elektroforesis merupakan salah satu cara untuk
memvisualisasikan keberadaan DNA, plasmid, dan produk PCR.
3.
Memudahkan identifikasi protein yang terdapat pada
sebuah DNA.
B. Kromatografi
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul
berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk
memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan. Molekul yang
terlarut dalam fase gerak, akan melewati kolom yang merupakan fase diam.
Molekul yang memiliki ikatan yang kuat dengan kolom akan cenderung bergerak
lebih lambat dibanding molekul yang berikatan lemah. Dengan ini, berbagai macam
tipe molekul dapat dipisahkan berdasarkan pergerakan pada kolom.
Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai
macam tergantung pada pengelompokannya. Contoh pada mekanisme pemisahannya
kromatografi dibedakan menjadi berdasarkan pada alat yang dignakn kromatografi
dibedakan atas :
1. Kromatografi
lapis tipis
2. Kromatografi
penukar ion
3. Kromatografi
Penyaringan Gel
4. Kromatografi
Elektroforesis
5. Kromatografi
kertas
6. Kromatografi
gas
Macam-macam kromatografi :
1. Kromatografi
Lapis Tipis
Yaitu kromatografi yang menggunakan lempeng
gelas atau alumunium yang dilapisi dengan lapisan tipis alumina, silika gel,
atau bahan serbuk lainnya. Kromatografi lapis tipis pada umumnya dijadikan
metode pilihan pertama pada pemisahan dengan kromatografi.
2. Kromatografi
Penyaringan Gel
Merupakan proses pemisahan dengan gel yang
terdiri dari modifikasi dekstran-molekul polisakarida linier yang mempunyai
ikatan silang. Bahan ini dapat menyerap air dan membentuk susunan seperti
saringan yang dapat memisahkan molekul-molekul berdasarkan ukurannya. Molekul
dengan berat antara 100 sampai beberapa juta dapat dipekatkan dan dipisahkan.
Kromatografi permeasi gel merupakan teknik serupa yang menggunakan polistirena
yang berguna untuk pemisahan polimer.
3. Elektroforesis
Merupakan kromatografi yang diberi medan
listrik disisinya dan tegak lurus aliran fasa gerak. Senyawa bermuatan positif
akan menuju ke katode dan anion menuju ke anoda. Sedangkan kecepatan gerak
tergantung pada besarnya muatan.
C. Imunokimia
Imunokimia adalah suatu kajian imunologi yang
berfokus pada level kimia/ biokimia. Imunokimia juga menerangkan secara rinci
molekul -molekul dan reaksi- reaksi yang terlibat dalam sistem kekebalan, ini
berkembang pesat dengan adanya teknik laboratorium canggih (RIA, ELISA,
Immunochemistry, dll). imunokimia berfungsi menerangkan reaksi kimia masuknya
benda asing. contoh lewat pencernaan, urine, dan lain-lain. setelah itu,
dibahas juga reaksi- reaksi yang terjadi di dalamnya.
a.
Pada organisme tinggi, sistem kekebalan
merupakan salah satu dari tiga jajaran utama pertahanan tubuh, yaitu :
1.
Kulit dan berbagai
epitel pelapis alat tubuh, berfungsi sebagai pelindung terhadap kontak dengan
lingkungan.
2.
Mekanisme non spesifik
pada tiap inang, yaitu untuk mengatasi mikroorganisme patogen seperti pelepesan
sel, pengaturan pH, bersin, dsb.
3.
Sistem kekebalan tubuh
itu sendiri.
b. Dalam sistem kekebalan tubuh akan melibatkan
antibodi dan antigen, antigen yang masuk akan ditolak oleh tubuh melalui 2
cara, yaitu:
1. Dengan membuat suatu protein khusus (antibodi) yang
akan melekat pada bahan asing (antigen), tanggapan ini disebut Respon
Kekebalan Humoral.
2. Dengan peran sel limfosit khusus, yaitu sel T.
Limfosit yang punya kemampuan untuk mengikat antigen dan akan dimusnahkan,
tanggapan ini disebut Respon Kekebalan Selular.
c. Kedua
tanggapan tersebut berkaitan erat dengan sel darah putih. Dan
yang terdapat dalam sel darah putih antara lain:
1. Reaksi
hypersensitive
2. Helper
T- Cells
3. Killer
T cells
4. Sel NK natural
killer
5. Macrophages
6. Complement
7. Classical
pathway
8. Lectin
pathway
9. Alternate
pathway
d. Beberapa
contoh peran imunokimia:
1. Antibodi
dan immunoglobulin merupakan suatu glikoprotein. dalam biokimia adalah DNA,
suatu polinukleotida.
2. Interaksi
antigen antibodi merupakan interaksi kimiawi yang dapat
dianalogikan dengan interaksi enzim dengan substratnya. Spesifitas
kerja antibodi mirip dengan enzim.
dianalogikan dengan interaksi enzim dengan substratnya. Spesifitas
kerja antibodi mirip dengan enzim.
3. Pemberian
transfusi darah yang tidak sesuai akan menimbulkan
hemolisis,, koagulasi. Landsteiner menemukan golongan darah ABO pada
tahun 1900. penentu golongan darah ternyata adalah glikoprotein yang
ditemukan beberapa puluh tahun kemudian.
hemolisis,, koagulasi. Landsteiner menemukan golongan darah ABO pada
tahun 1900. penentu golongan darah ternyata adalah glikoprotein yang
ditemukan beberapa puluh tahun kemudian.
D.
Penggolongan
enzim
Enzim
diberi nama dengan tambahan -ase dibelakangnya (tidak semua enzim),misalkan
enzim maltase,lipase dan karboksilase. Berdasarkan peristiwa-peristiwa yang
terjadi dalam suatu reaksi maka enzim dapat digolongkan menjadi beberapa
golongan:
1. Golongan Hidrolase,yaitu enzim yang dengan penambahan air (adanya
air) dapat mengubah suatu substrat menjadi hasil akhir.Misalnya
karboksilase,protease dan lipase.
2. Golongan Desmolase,yaitu enzim yang dapat memecahkan ikatan C-C atau
C-N.Contohnya enzim-enzim peroksidase,dehidrogenase,katalase dan
karboksilase.
Dengan
berkembangnya ilmu genetika dan dilakukannya percobaan di bidang ini,Dapat
dibuktikan bahwa pembentukan enzim/kelompok enzim diatur oleh gen/kelompok gen
dalam kromosom.George
Breadle dan Edward Tatum mendapat hadiah nobel tahun 1958 dalam menemukan
gen-gen pengendali sintesis protein dan enzim yang disimpulkan dalam suatu
teori “one gene,one enzym”.
Sifat-sifat enzim:
1. Sebagai
Biokatalisator :
jumlah tidak perlu banyak,mempengaruhi kecepatan reaksi kimia tetapi tidak
berubah akibat reaksi kimia tersebut,menurunkan energi aktivasi.
2. Spesifik : Suatu enzim hanya akan aktif pada substrat
yang cocok/pasangannya.
3. Dipengaruhi
suhu : Suhu maksimum,Suhu
optimum (40’C),dan Suhu minimum.
4. Dipengaruhi pH : Enzim akan aktif pada pH tertentu
saja.
5. Terdapat diluar dan
didalam sel.
Beberapa reaksi imia dalam tubuh mahluk hidup terjadi sangat cepat. Hal ini
terjadi karena adanya suatu zat yang membantu proses tersebut. Bila zat ini
tidak ada ada maka proses – proses tersebut akan terjadi lambat atau tidak
berlangsung sama sekali. Zat tersebut dikenal dengan nama fermen atau enzim.
Enzim adalah bio katalisator , yang artinya dapat mempercepat reaksi – reaksi biologi tanpa mengalami perubahan struktur kimia.
Enzim adalah bio katalisator , yang artinya dapat mempercepat reaksi – reaksi biologi tanpa mengalami perubahan struktur kimia.
E.
Kinetika Katalitik Enzim
Kinetika enzim
adalah studi reaksi kimia yang dikatalisis oleh enzim. Pada kinetika
enzim, laju reaksi diukur dan dampak dari berbagai kondisi reaksi. Mempelajari
kinetika enzim dalam hal ini dapat mengungkapkan mekanisme katalitik enzim,
perannya dalam metabolisme, bagaimana aktivitasnya dikendalikan, dan bagaimana
suatu obat atau agonis dapat menghambat sebuah enzim.
Kinetika enzim merupakan bidang biokimia yang terkait
dengan pengukuran kuantitatif dari kecepatan reaksi yang dikatalisis enzim dan
pemeriksaan sistematik faktor-faktor yangg mempengaruhi kecepatan tersebut.
Analisis kinetik memungkinkan para ahli merekonstruksi jumlah dan urutan
tahap-tahap individual yang merupakan perubahan substrat oleh enzim menjadi
produk.
Mempelajari kinetik enzim juga merupakan dasar untuk
mengidentifikasi kekuatan pengobatan dari obat tertentu yang secara selektif
menghambat kecepatan proses yang dikatalisis oleh enzim. Bersama dengan
mutagenesis yang disengaja dan teknik lain yang mengganggu struktur protein,
analisis kinetik juga mengungkapkan secara mendalam mekanisme katalitik.
Aktivitas seperangkat enzim yg seimbang dan lengkap merupakan dasar penting
untuk mempertahankan homeostasis. Pemahaman tentang kinetik enzim penting untuk
memahami bagaimana stress fisiologis seperti anoksia, asidosis atau alkalosis
metabolik, toksin dan senyawa farmakologik mempengaruhi keseimbangan tersebut.
Persamaan kesetimbangan di bawah menjelaskan reaksi satu molekul dari
masing-masing substrat A dan B untuk membentuk satu molekul dari masing-masing
produk P dan Q.
A + B « P + Q (i)
Tanda panah ganda menunjukkan reversible
(terbalikan). Jika A dan B dapat membentuk P dan, maka P dan Q juga dapat
membentuk A dan B. Dengan demikian penentuan suatu reaktan sebagai “substrat”
atau “produk” sedikit banyak bersifat arbitrer karena produk suatu
reaksi yang dituliskan dalam satu arah adalah substrat bagi reaksi yang
berlawanan. Namun, istilah “produk” sering digunakan untuk menandai reaktan
yang pembentukannya menguntungkan secara termodinamis.
A + B ® P + Q (ii)
Tanda panah satu arah
menunjukkan irreversible (tidak terbalikan). Digunakan untuk menjelaskan
reaksi di dalam sel hidup tempat produk reaksi diatas segera dikonsumsi oleh
reaksi selanjutnya yang dikatalisis oleh enzim. Oleh karena itu, pengeluaran
segera produk P atau Q secara efektif meniadakan kemungkinan terjadinya reaksi
kebalikan sehingga persamaan (ii) secara fungsional menjadi irreversibel pada
kondisi fisiologis. Contohnya adalah ketika kita bernapas. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan
kinetika Enzim :
1.
Suhu
2.
PH
3.
Persamaan Michaelis-Menten dan Hill (Model
Pengaruh Kadar Substrat)
4.
Konsentrasi enzim
5.
Aktifator dan inhibitor
F.
Persamaan Michealis-Menten
Pada pembahasan berikut, reaksi
enzim dianggap seolah-olah hanya memiiki satu substrat dan satu produk.
Sementara kebanyakan enzim memiliki lebih dari satu substrat, prinsip-prinsip
yang dibahas di bawah juga berlaku bagi enzim dengan banyak substrat. Hasil eksperimen menunjukkan bahwa dengan konsentrasi
enzim yang tetap, maka pertambahan konsentrasi substrat akan menaikkan
kecepatan reaksi.
Untuk dapat terjadi kompleks enzim substrat, diperlukan adanya kontak
antara enzim dengan substrat. Kontak ini terjadi pada suatu tempat atau bagian
enzim yang disebut bagian aktif. Pada konsentrasi substrat rendah, bagian aktif
enzim ini hanya menampung sedikit substrat. Bila konsentrasi substrat
diperbesar, makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan enzim pada
bagian aktif tersebut. Dengan demikian, konsentrasi kompleks enzim substrat
makin besar dan hal ini menyebabkan makin besarnya kecepatan reaksi. Namun
dalam keadaan ini, bertambah besarnya konsentrasi susbstrat tidak menyebabkan
bertambah besarnya konsentrasi kompleks enzim substrat, sehingga jumlah hasil
reaksinya pun tidak bertambah besar.
Peningkatan konsentransi
substrat dapat meningkatkan kecepatan reaksi bila jumlah enzim tetap. Namun
pada saat sisi aktif semua enzim berikatan dengan substrat, penambahan substrat
tidak dapat meningkatkan kecepatan reaksi enzim selanjutnya. Enzim mempunyai spesifitas yang tinggi. Apabila
substrat cocok dengan enzim naka kinerja enzim juga akan optimal
Untuk suatu enzim
tipikal, peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan v1 hingga
tercapai nilai maksimal Vmax (Gambar 8-3). Jika peningkatan lebih
lanjut konsentrasi substrat tidak meningkatkan v1, enzim dikatakan
“jenuh” oleh substrat. Perhatikan bahwa bentuk kurva yang menghubungkan
aktivitas dengan konsentrasi substrat (Gambar 8-3) tampak hiperbolik. Pada
setiap saat, hanya molekul substrat yang berkaitan dengan enzim dalam bentuk
kompleks
v1 = Vmax[S] / Km + S
Keterangan:
v1 = kecepatan reaksi.
v1 = kecepatan reaksi.
Vmax = kecepatan maksimum.
S = substrat
Km = kadar substrat yang memberikan kecepatan
reaksi separuh kecepatan reaksi
maksimal pada kadar enzim tertentu.
Tergantung pada kecepatan reaksi
inisial kadar S dan Km dapat digambarkan dengan mengevaluasi
persamaan tersebut dibawah 3 keadaan:
1. Jika kadar S < kadar Km.
v sesuai kadar S Maka untuk menentukan aktivasi enzim digunakan substrat yang
di bawah
2. Jika kadar S > kadar Km. v = V “Maka harus
pada kondisi optimal”
3. Bagaimana kalau kadar S = Km. v = ½ V. Maka:
ES yang dapat diubah menjadi
produk. Kedua, konstanta kesetimbangan untuk pembentukan kompleks
enzim-substrat tidaklah besar tanpa batas. Jika terdapat kelebihan substrat
(titik A dan B di Gambar 8-4), hanya sebagian enzim yang mungkin berada dalam
bentuk kompleks ES. Dengan demikian di titik A atau B, peningkatan atau
penurunan [S] akan meningkatkan atau menurunkan jumlah kompleks ES disertai
perubahan yang sesuai di v1. Di titik C (Gambar 8-4), pada
hakikatnya semua enzim terdapat dalam bentuk kompleks ES. Karena tidak ada
enzim bebas yang tersedia untuk membentuk ES, peningkatan lebih lanjut [S]
tidak dapat meningkatkan laju reaksi. Dalam kondisi ini, v1
semata-mata bergantung pada—dan karenanya dibatasi oleh—kecepatan disosiasi (penguraian)
produk enzim tersebut sehingga enzim ini dapat mengikat lebih banyak substrat.
BAB III
TEKNIK
PEMURNIAN DAN KINETIKA ENZIM
A.
Teknik Pemurnian Enzim
Pemurnian enzim bertujuan untuk memisahkan
enzim yang dikehendaki dari enzim lain yang tidak diinginkan. Menurut Harris
dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan dalam pemurnian
enzim:
1. Kualitas,
perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi proteolisis
dan denaturasi.
2. Kuantitas,
perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni.
3. Ekonomis,
perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala laboratorium maupun
industri.
Pemurnian
enzim umumnya dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu: fraksinasi dengan garam
atau pelarut organik, sentrifugasi, dialisis, dan pemisahan dengan kromatografi
kolom (Scopes, 1987). Adapun langkah-langkah pemurnian enzim sebagai berikut:
1. Pengendapan dengan Amonium Sulfat
Pengendapan dengan garam anorganik atau
pelarut organik ber-tujuan untuh meningkatkan konsentrasi enzim dan merupakan
langkah awal proses pemurnian enzim. Garam anorganik yang efektif digunakan
dalam fraksinasi adalah berupa kation monovalent seperti (NH2)2SO4.
Amonium sulfat merupakan garam yang umumnya digunakan karena mempunyai
keuntungan: memiliki daya larut yang tinggi dalam air, tidak mengandung zat
yang bersifat toksik, protein stabil di dalam larutan amonium sulfat 2-4 M,
protein terlindungi dari denaturasi, dan membatasi pertumbuhan bakteri serta
relatif tidak mahal (Scopes, 1987).
Prinsip
pengendapan dengan amonium sulfat berdasarkan pada kelarutan protein yang
merupakan interaksi antara gugus polar dengan molekul air, interaksi ionik
protein dengan garam dan daya tolak menolak protein yang bermuatan sama.
Berdasarkan fenomena ini, proses kelarutan protein
terbagi dua yaitu: proses salting in dan salting out. Kelarutan
protein pada pH dan suhu tertentu akan meningkat saat konsentrasi garam
meningkat sampai pada
konsentrasi tertentu (salting in).
Selanjutnya pada penambahan garam dengan konsentrasi tertentu, kelarutan
protein akan menurun (salting out). Molekul air yang berikatan dengan
ion-ion garam semakin banyak sehingga terjadi penarikan air yang mengelilingi
permukaan protein. Peristiwa pengendapan ini mengakibatkan protein saling
berinteraksi, berdegradasi, dan mengendap (Harris, 1989; Scopes, 1987) seperti
terlihat pada (Gambar 6). Filtrat enzim yang telah dijenuhi dengan
amonium sulfat dibiarkan satu malam pada suhu 4oC agar protein
terdegradasi dan mengendap sempurna, endapan yang diperoleh adalah protein
(Scrimgeour, 1977).
Gambar
6. Proses pengendapan protein (Koelman dan Roehm, 2005)
2. Dialisis
Pemurnian enzim tidak menghendaki adanya
kelebihan garam, oleh karena itu garam yang tersisa dari proses pengendapan
dipisahkan dengan cara dialisis. Dialisis merupakan metode yang paling dikenal
untuk menghilangkan molekul pengganggu, seperti garam atau ion-ion lain yang
berukuran kecil.
Proses pemisahan protein dengan dialisis
(koelman dan Roehm, 2005)
Proses
dialisis ini dapat terjadi karena konsentrasi garam lebih tinggi di dalam
membran dialisis daripada di luar membran, sehingga menyebabkan larutan
penyangga atau air masuk ke dalam dialisat. Hal ini terjadi pada awal proses
dialisis. Selanjutnya garam akan keluar melalui membran hingga tercapai kondisi
keseimbangan. Tetapi setelah proses dialisis kadang terjadi penurunan aktivitas
enzim yang kemungkinan disebabkan oleh hilangnya ion penting yang dapat
berfungsi mengaktifkan enzim atau disebut sebagai kofaktor (Plummer, 1979).
3. Kromatografi kolom
Pemisahan enzim dari protein lain dapat
dilakukan secara kroma-tografi kolom dengan prinsip kerja pemisahan protein
berdasarkan sifat fisik dan kimiawi. Berdasarkan mekanisme kerja tersebut,
Stanburry dan Whitaker (1984) membagi teknik kromatografi kolom dalam beberapa
kelompok, yaitu: kromatografi penukar ion, interaksi hidrofobik dan
kroma-tografi filtrasi gel seperti uraian berikut.
a. Kromatografi penukar ion
Kromatografi penukar ion merupakan metode
pemisahan berdasar-kan muatan molekul di bawah kondisi pH dan kekuatan ion
tertentu. interaksi elektrostatik dari berbagai jenis ligan bermuatan
pada matriks dengan gugus yang dapat berionisasi pada protein akan menimbulkan
mekanisme pemisahan. Penukar anion yang bermuatan positif dipilih untuk
mengikat molekul asam, sedangkan penukar kation yang bermuatan negatif
memberikan mekanisme pemisahan untuk molekul bersifat basa. Karena enzim
memiliki aktivitas, maka sebelum dilakukan pemisahan dengan metode tersebut
terlebih dahulu diketahui pH optimum enzim, sehingga aktivitas enzim tetap
dapat dipertahankan (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Protein
memiliki muatan positif dan negatif terutama disebabkan oleh rantai
samping dari asam amino penyusunnya. Muatan positif di-sumbangkan oleh asam
amino histidin, lisin, arginin dan gugus amino dari N-terminal, sedangkan
muatan negatif disumbangkan oleh aspartat, glutamat dan gugus
karboksil pada C-terminal. Muatan bersih protein bergantung pada jumlah relatif
gugus bermuatan positif dan negatif yang bervariasi berdasarkan pH lingkungan.
Tingkat keasaman protein atau enzim dengan jumlah muatan positif dan
negatif sama dikenal sebagai “pH isoelektrik atau titik isoelektrik (pl)”. Pada
umumnya protein memiliki nilai pH sekitar 5,0-9,0. Protein yang
memiliki pH di atas nilai pl akan bermuatan negatif, sedangkan pH di bawah
nilai pl akan bermuatan positif (Standburry dan Whitaker, 1984; Roe, 1989).
Prinsip
kerja kromatografi penukar ion (Anonim, 2005)
Prinsip kromatografi penukar ion adalah
penggunaan matriks penukar ion yang mengikat secara kovalen gugus fungsi
bermuatan negatif pada penukar kation, atau gugus fungsi yang bermuatan positif
pada penukar anion seperti terlihat pada gambar 8. Matriks berupa polimer
elastis dan mengandung senyawa resin sintetik yang terbuat dari bahan dekstran:
selulosa atau sefadeks. Matriks penukar kation yaitu karboksimetil selulosa
(CMC), dan matriks penukar kation yaitu dietil aminoetil (DEAE)-selulosa dan
DEAE-sefadeks (Standburry dan Whitaker, 1984; Scopes, 1987).
b. Kromatografi Interaksi
Hidrofobik
Kromatografi interaksi hidrofobik merupakan
metode pemisahan berdasarkan perbedaan hidrofobisitas pada permukaan protein.
Hal ini bergantung pada interaksi hidrofobik antara permukaan protein dengan
gugus hidrofobik yang terikat secara kovalen pada matriks (Standburry dan
Whitaker, 1984). Pada kondisi kekuatan ion yang tinggi, protein atau enzim akan
terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik. Matriks yang umum
digunakan bersifat nonpolar, turunan jenis sefarosa yakni fenil sefarosa atau
butil sefarosa (Roe, 1989; Suhartono, 1989).
Prinsip kerja
Kromatografi interaksi hidrofobik (Koelman dan Roehm, 2005)
Suatu campuran protein dimasukkan ke dalam
kolom interaksi hidrofobik dalam kondisi ionik yang tinggi. Pada kekuatan ion
yang tinggi protein terikat kuat pada matriks melalui interaksi hidrofobik.
Semakin hidrofobik suatu protein, maka semakin kuat ikatannya. Protein yang
terikat pada matriks dapat terlepas jika dielusi dengan eluen yang kekuatan
ionnya semakin menurun yaitu dengan konsentrasi garam dari tinggi ke yang lebih
rendah (Roe, 1989).
c. Kromatografi Filtrasi Gel
Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik
pemisahan protein dan makro molekul biologi lain berdasarkan ukuran molekul,
jadi bekerja sebagai suatu penyaring molekul seperti terlihat pada gambar 10.
Proses pemisahan ini menggunakan gel yaitu dekstran (polimer gula yang larut
dalam air) dan mengalami reaksi ikatan silang (cross linkage) sehingga
dekstran menjadi tidak larut dalam air, tetapi masih dapat menyerap molekul air
dalam molekulnya (Scopes, 1987).
Daya serap matriks bergantung pada jumlah
ikatan silang yang terjadi di dalamnya. Matriks atau gel dekstran disebut juga
sebagai sefadeks, misalnya sefadeks G-50. Huruf dan nomor menunjukkan bahwa
safadeks tersebut dapat dikembangkan (Swelling) dengan air atau larutan
penyangga dengan besar pengembangnya 50 kali (Scopes, 1987). Gel atau matriks
ini berpori yang dikemas di dalam kolom dan dielusi dengan fase cair mobil.
Molekul yang lebih kecil akan masuk ke dalam pori matriks dan bergerak lebih
lambat, sedangkan molekul yang lebih besar akan bergerak lebih cepat karena
tidak tertahan di dalam pori matriks. Dengan demikian kromatogram
molekul-molekul yang lebih besar akan muncul sebagai komponen awal.
Prinsip kerja kromatografi filtrasi gel
(Anonim, 2005)
B. Kinetika
Enzim
Dalam
reaksi enzimatis, konsentrasi subtrat dan produk biasanya ratusan atau bahkan ribuan
kali lebih besar dibandingkan dengan konsntrasi enzim. Akibatnya setiap molekul
enzim bekerja mengkatalisis reaksi pengubahan dari banyak molekul subtrat
menjadi produk.
Pengubahan
subtrat menjadi produk melibatkan pembentukan suatu keadaan peralihan
(transition state), yang umumnya terjadipada suatu tempat pada molekul enzim
yang disebut situs katalitik (catalytic site). Kompleks yang terbentuk disebut
kompleks enzim-substrat (ES). Produk akan terbentuk ketika komplek ES terurai
melepaskan enzim kembali ke bentuk semula.
Antara pengikatan substrat oleh enzim dan
terbebtuknya produk serta enzim kembali dalam keadaan semula, terjadi
serangkaian reaksi yang kompleks.
E + S ==== ES ==== ES* ==== EP ==== E+P
Pada
awalnya terbentuk kompleks ES, yang kemudian berubah menjadi bentuk peralihan
ES*, lalu menjadi bentuk EP, dan akhirnya terurai menjadi produk dan enzim
kembali keadaan semula.
Kinetika
dari reaksi enzimatis sebagaimana yang digambarkan di atas pertama kali
dipelajari oleh biokimiawan Michaelis dan Menten, menghasilkan persamaan reaksi
enzimatis yang sampai sekarang masih dipakai dan dikenal sebagai persamaan
Michaelis-Menten.
V1
=
Sebagaimana
yang terlihat, persamaan Michaelis-Menten merupakan deskripsi kuantitatif dari
hubungan antara kecepatan reaksi enzimatis [V] dengan konsentrasi seubstrat [S]
dan dua buah konstanta yaitu Vmaks [kecepatan maksimum] dan Km [konstanta
Michaelis-Menten].
Penyusunan
ulang persamaan ini menghasilkan :
Km
= [S] {[
]-1}
Dari
persamaan diatas dapat dilihat bahwa nilai Km sama dengan konsentrasi substrat
pada saat kecepatan reaksi sama dengan ½ Vmaks. Apabila dibuat plot antara v Vs
[S] maka akan diperoleh sebuah kurva hiperbola yang kita namakan kurva
Michaelis-Menten sebagaimana yang diperlihatkan gambar 3-4.
Titik-titik
penting dalam kurva ini ditandai dengan huruf A, B, dan C. Pada konsentrasi
substrat yang tinggi, maka kecepatan reaksi, ditandai dengan titik C, hampir
mencapai Vmaks. Sejak titik ini, peningkatan konsentrasi substrat hanya sangat
sedikit atau hampir tidak mengubah kecepatan reaksi. Apabila kurva
Michaelis-Menten diekstrapolasikan pada konsentrasi substrat yang sangat tinggi
[mendekati nilai tak terkira, ~], maka kecepatan reaksi (v) sama dengan
kecepatan reaksi maksimum (Vmaks). Jika kecepatan reaksi tidak atau hampir
tidak dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, maka kecepatan reaksi dikatakan
“order nol”.
Perbedaan
kecepatan reaksi yang sangat kecil pada konsentrasi substrat di sekitar titik C
menunjukkan bahwa pada konsentrasi ini hampir semua molekul enzim sudah terikat
pada molekul substrat, sehingga walaupun ditambah substrat kecepatan reaksi
sudah tak meningkat lagi. Jadi pada keadaan ini kecepatan reaksi tidak
dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, alias order nol.
Pada
konsentrasi substrat yang rndah, yaitu sekitar titik A dan B, kecepatan reaksi
yang rendah menunjukkan bahwa pada setiap saat hanya ada sedikit substrat yang
terikat pada molekul enzim (karena jumlah substrat masih sangat sedikit). Pada
konsentrasi substrat yang ditunjukkan oleh titik B, tepat separuh dari molekul
enzimyang ada dalam sistem reaksi berikatan dengan substrat membentuk kompleks
ES, sehingga kecepatan reaksinya saat itu (v) separuh dari substrat dari
sekitar titik A, kecepatan reaksi sangat dipengaruhi oleh konsetrasi substrat,
kecepatan reaksi saat ini dikatakan “order pertama”.
Untuk
menghindari kurva hiperbola, maka biokomiawan Lineweaver dan Burk,
mengintroduksikan analisis kinetika enzim didasarkan pada persamaan baru yang disebut
persamaan Lineweaver-Burk. Persamaan Lineweaver-Burk merupakan bentuk 1/x
(terbalik) dari persamaan Michealis-Menten.
Persamaan
Michealis-Menten
V1
=
Persamaan
Lineweaver-Burk
= [
+ =
]
Jika dibuat plot antara 1/v Vs 1/[S], maka
akan diperoleh kurva linier sebagaimana yang disajikan dalam. Slope adalah nilai Km/Vmaks dan intercept pada ordinat merupakan nilai
1/Vmaks.
a. Mengukur Kadar Enzim
Enzim sebagai katalisator juga
mempunyai sifat-sifat seperti katalisator pada umumnya, seperti ikut bereaksi,
tetapi padaakhir reaksi didapatkan kembali dalam bentuk semula. Hal tersebut
mengakibatkan enzim dapat dipakai kembali setelah melaksanakan aktivitasnya,
sehingga tubuh kita tidak membutuhkan enzim dalam jumlah yang besar.
Jumlah/kadar enzim yang kecil tersebut menimbulkan kesulitan tersendiri bagi
kita untuk mengukur kadar enzim, sehingga memerlukan teknik yang rumit. Secara
klinis pengukuran kadar enzim sangat penting dilakukan. Disamping untuk mengetahui
kadar suatu enzim pada seorang penderita, Enzim plasma nonfungsinal dapat
dijadikan sebagai petanda
adanya kerusakan organ tertentu. Pengukuran
kadar enzim dapat dilkaukan denga dua cara, yaitu: (1) dibandingkan dengan
enzim murni; (2) Mengukur kecepatan reaksi yang dikatalisisnya. Cara ke-1
dilakukan dengan membandingkan enzim yang ingin diukur kadarnya dengan enzim
murni yang sudah
diketahui kadarnya. Kadar enzim dinyatakan dengan
satuan µg. Sebagai contoh misalnya enzim murni dengan kadar 2 ug dapat
mengkatalisis substrat dengan jumlah tertentu selama 10 detik. Jika memakai
enzim yang ingin diukur kadarnya membutuhkan waktu 20 detik, maka kadar enzim
yang bersangkutan adalah 1 ug.
Pengukuran
dengan cara diatas, jelas membutuhkan tersedianya enzim murni. Kenyataannya
banyak enzim yang belum tersedia bentuk murninya. Untuk mengatasi hal ini
digunakanlah cara ke-2. Satuan enzim dinyatakan dalam unit. Kadar enzim diukur
berdasarkan jumlah substrat yang bereaksi atau produk yang terbentuk per satuan
waktu. Satu unit internasional disepakati sebagai jumlah enzim yang perlukan
untuk mengkatalisis pembentukan 1 µ mol produk per menit pada kondisi tertentu.
Pengukuran
aktifitas enzim dapat pula dilakukan menggunakan alat spektrofotometer. Sebagai
contoh misalnya aktifitas enzim dehidrogenase yang bergantung NAD(P)+ diperiksa
secara spektofotometris dengan mengukur perubahan absorbsi nya pada 340 nm yang
menyertai oksidasi atau reduksi NAD(P)+/NAD(P)H. Oksidasi NADH menjadi NAD+
terjadi disertai dengan penurunan densitas optik (OD, optical density) pada 340
nm, yang proporsional dengan jumlah NADH yang dioksidasi. Demikian pula, kalau
NAD+ direduksi, OD pada 340 nm akan meningkat sebanding dengan jumlah NADH yang
terbentuk. Perubahan OD pada 340 nm ini dapat dimanfaatkan bagi pemeriksaan
analisis kuantitatif setiap enzim dehidrogenase yang bergantung NAD+ atau
NADP+. Bagi enzim dehidrogenase yang mengatalitis oksidasi NADH oleh
substratnya yang teroksidasi, kecepatan penurunan OD pada 340 nm akan berbanding
lurus dengan konsentrasi enzim. Oleh karena itu, hasil pengukuran kecepatan
penurunan OD pada 340 nm memungkinkan kita menyimpulkan kuantitas enzim.
b.
Kecepatan
Reaksi Enzimatik
Kecepatan reaksi enzimatik dapat
diukur dengan mengukur jumlah substrat yang diubah atau produk yang dihasilkan
persatuan waktu, seperti yang diperlihatkan pada kurva perjalanan reaksi
enzimatik (progess curve). Pada awalnya grafik berupa garis lurus, kemudian
berbelok (Gambar 3.2). Grafik berbelok karena: (1) kadar substrat berkurang;
(2) terdapat product inhibition. Kecepatan reaksi enzimatik pada suatu waktu
yang sangat pendek, atau pada satu titik tertentu pada grafik diatas disebut
kecepatan sesaat (instantaneus velocity). Kecepatan sesaat merupakan tangens
dari garis singgung terhadap grafik pada suatu titik tertentu. Kecepatan sesaat
pada waktu mendekati nol, yaitu saat grafik masih berupa garis lurus disebut
kecepatan awal (Vo). Pada reaksi enzimatis, jika disebut kecepatan, umumnya
yang dimaksud adalah kecepatan awal. Hal ini disebabkan karena pada keadaan
awal reaksi, kita dapat mengetahui kondisi/ keadaan dengan lebih tepat.
Disamping kecepatan sesaat dan Vo, juga dikenal istilah kecepatan rata-rata,
yaitu perbandingan antara perubahan jumlah substrat terhadap waktu.
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi
Enzimatik
Kecepatan reaksi enzim dipengaruhi
oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi tersebut diantaranya
adalah:
1. Suhu
2. pH
3. kadar enzim
4. kadar substrat
5. aktivator
6. inhibitor.
BAB
IV
KESIMPULAN
1.
Enzim adalah
salah satu yang berfungsi sebagai biokatalisator.
2.
Elektroforesis adalah teknik pemisahan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan
perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik.
3.
Jenis
– jenis elektroforesis dan cara kerja:
a. Elektroforesis kertas
b. Elektroforesis gel kanji
c. Pulse field gel electrophoresis
(PEGE)
4.
Kromatografi adalah suatu teknik pemisahan molekul
berdasarkan perbedaan pola pergerakan antara fase gerak dan fase diam untuk
memisahkan komponen (berupa molekul) yang berada pada larutan.
5.
Imunokimia adalah suatu kajian imunologi yang
berfokus pada level kimia/ biokimia. Imunokimia juga menerangkan secara rinci
molekul -molekul dan reaksi- reaksi yang terlibat dalam sistem kekebalan, ini
berkembang pesat dengan adanya teknik laboratorium canggih (RIA, ELISA,
Immunochemistry, dll).
6. Menurut
Harris dan Angal (1989), ada tiga strategi yang harus diperhatikan dalam
pemurnian enzim:
a. Kualitas,
perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas enzim dengan mengurangi
proteolisis dan denaturasi.
b. Kuantitas,
perlu diperhatikan jumlah pemakaian akhir protein murni.
c. Ekonomis,
perlu dipertimbangkan biaya apabila diterapkan dalam skala laboratorium maupun
industri.
7. Dalam reaksi enzimatis, konsentrasi subtrat
dan produk biasanya ratusan atau bahkanribuan kali lebih besar dibandingkan
dengan konsntrasi enzim. Akibatnya setiap molekul enzim bekerja mengkatalisis
reaksi pengubahan dari banyak molekul subtrat menjadi produk.
8.
Perbedaan kecepatan reaksi yang sangat kecil
pada konsentrasi substrat di sekitar titik C menunjukkan bahwa pada konsentrasi
ini hampir semua molekul enzim sudah terikat pada molekul substrat, sehingga
walaupun ditambah substrat kecepatan reaksi sudah tak meningkat lagi. Jadi pada
keadaan ini kecepatan reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, alias
order nol.
DAFTAR
PUSTAKA
klinikdokterhairrudin.blogspot.com/2008/10/kinetika-enzim_14.html
digilib.unila.ac.id/1967/6/BAB%20II.pdf
www.academia.edu/8033387/Teknik_Pemurnian_Enzim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar