Senin, 15 November 2021

Pertama

Pertama dengan penuh gejolak semangat yang luar biasa, keinginan yang menggebu membuat ku berada dalam sebuah persimpangan jalan. Sebuah pilihan yang tidak diharapkan untuk dipilih oleh orang orang terkasih, emih terutama.

ketika panggilan kemanusiaan datang di depan mata, ketika pengalaman baru yang akan aku dapatkan menanti, prestasi juga kepuasan diri menggebu. ya... ketika itu maret 2020. ketika semua perubahan dimulai, ketika masker tidak menajadi sebuah kebutuhan, sehingga ada jargon "makser hanya untuk petugas medis" . masyarakat umum tidak diwajibkan menggunakan masker karena keterbatasan masker untuk tenaga medis, dan lagi lagi oknum yang hanya mementingkan keuntungannya menimbun masker bahkan menjualnya dengan harga yang sangat tinggi, mebuatnya menjadi salah satu benda yang sangat langka.

kemudian semua berubah ketika virus mulai menyebar bukan hanya di ibukota, peraturan menggunakan masker bagi masyarakat adalah suatu kewajiban. Penularan virus ada diamana mana, kabar kerabat saudara teman yang terinfeksi pun mulai terasa menyakitkan, menyedihkan, dan keprihatinan yang mendalam. Seketika semua masyarakat diseluruh muka bumi merasa ketakutan dan khawatir terinfeksi, penjagaan diri super diperketat.

dengan keinginan yang besar, aku meminta ijin emih untuk ikut menjadi salah satu relawan covid 19. jelas jawabannya sudah aku prediksi, ya.. di tolak. aku diam, dan mulai mengamati perkembangan pandemi yang semakin hari semakin parah, kabar duka bukan lagi menjadi hal yang tabu.

untuk ke 2 kalinya, aku mencoba meminta izin tentunya dengan strategi baru, dengan penjelasan secara gamblang, edukasi yang terus aku berikan kepada keluarga terutama ibu, hingga akhirnya aku kembali melontarkan sebuah permintaa yang aku rasa sudah ia tebak karena kegigihan ku dalam menjelaskan semua tentang pandemi ini. ya... dengan bekal edukasi yang sudah aku berikan dan dengan keyakinan yang aku punya bahwa aku bisa melakukannya. dan yang pasti meminta petunjuk kepad Allah untuk yang terbaik. 

1 juni 2020, awal mula menginjakkan kaki di RS covid. Tanpa ada rasa takut sedikitpun, aku diantar oleh kaka pertama ku ke tempat penginapan yang disediakan RS. gembira, haru excited semua perasaan menjadi satu dan tidak bisa diungkapkan hanya dengan tulisan. disini aku memulai segalanya..

Aku memulainya dengan angka BOR 0% dan bertekad untuk mengakhirinya dengan BOR 0%. 

1 bulan 2 bulan 3 bulan terus berjalan, pasien meningkat terus meningkat, kemudian menurun dibulan mei. rasanya pekerjaan di RS seperti pekerjan manusia normal pada umumnya. karena sebelumnya sangat terasa, untuk duduk minum dan makan sangat sangat sulit. sampai terucap kata kata oleh salah satu seniorku "kerja udah kaya robot, ini nafas kalo ga otomatis juga bakalan ga bisa nafas" . ungkapan ini sangat mewakili keadaan pada saat itu, yang saat ini bila diingat ingat sangan lucu, dan tidak terbayang kami bisa melewati itu semua.

kemudian beberapa perawat mulai membereskan kamar kamar pasien, karena kami anggap angka covid sudah menurn dan pandemi sudah usai, bahkan beberapa relawan di cut. kami sempat membuat video perpisahan, dengan backsound heal the word michel jackson, yang kemudian viral. lucu memang, tapi begitulah kira kira perasaan kami ketika pandemi sudah usai.

namun semua atas kehendak Allah, Qadarullah dibulan juni pasca libur panjang, angka covid naik drastis, semua gempar, keringat mulai bercucuran kembali, jam kerja kembali tidak normal, semua mulai sibuk dengan tugasnya masing masing, bed terus ditambah, kapasitas 1 kamar 4 orang terpaksa kami jadikan untuk 6 sampai 8 orang, IGD mulai ramai sampai dijadikan tempat rawat inap. oksigen menjadi langka, obat obatan mulai sulit didapat, jangan harap bisa pulang ke rumah, ketika ada waktu selalu kami gunakan untuk istirahat, keadaan sungguh sangat memanas kala itu.

satu persatu teman sejawat tumbang, merasakan gejala gejala covid, hingga 50% teman sejawat saat itu tumbang termasuk aku, 25 juni 2021 aku dinyatakan positif dengan ct velue 23,7 dari 37. sangat rendah dan menginfeksi. karena aku tidak memiliki gejala apapun, dan semua pemeriksaan bagus. dan yang pasti kamar isolasi sudah penuh, 12 jam lebih aku menunggu di IGD untuk mendapatkan kamar, ku lihat disekelilingku sangat banyak pasien yang memakai oksigen, dengan nafas berat bahkan tidak sedikit lansia yang ikut mengantri untuk mendapatkan kamar isolasi. akhirnya aku memutuskan untuk pulang ke rumah dan isolasi mandiri di rumah. 17 hari total aku isolasi di rumah.

saat itu aku hanya mendapat kabar dari teman teman yang masih sehat, namun aku rasa mereka juga tidak sehat karena beban kerja yang sangat luar biasa, bahkan beberapa teman ada yang bekerja 16 jam dalam sehari. rasa bersalah dan sedih yang aku rasakan ketika isoalasi. ingin lari ke RS rasanya, ingin membantu teman teman yang sudah sangat kelelahan. semua itu tidak ternilai dengan nominal yang masuk kedalam rekening kami, tidak.. tidak sama sekali.. kami hanya mengharapkan, semua yang kami kerjakan, semua pengorbanan yang kami lakukan, akan menjadi saksi di akhirat nanti, menjadi sebuah amal ibadah bagi kami. aamiin

hingga akhirnya sedikit demi sedikit pasien mulai menurun, perlahan namun pasti.awal bulan september, pasien tidak lebih dari 10 orang. pemutusan kontrak para relawanpun kembali terulang. kali ini tidak sedikit yang harus kembali ke rumah. dengan mereka kami berkeluh kesah, dengan mereka kami berjuang, dengan mereka kami saling merangkul. kini kalian hanya bisa aku temukan dalam layar HP ku. semoga ukhuwah terus terjalin hingga ke syurga. aamiin

november 2021, aku memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai relawan, karena pasien tidak lebih dari 5. dan akan sangat lama bila aku meneruskan tekad ku untuk mecapai BOR 0%. sangat sulit rasanya. kini yang ku rasa, aku harus kembali ke rumah, menjalani kehidupan normal, melakukan kegiatan kegiatan yang bisa mengasah kreatifitasku. mencari siapa aku.


to be comtinue

Rabu, 10 November 2021

RINDU TAK TEROBATI

Terlalu menyenangkan menebak nebak
Apa jawaban bapak atas semua permintaan dari keinginanku yg belum tercapai
Seperti..
Mungkin dia akan senang membiayai kuliah profesi ku
....mmmm
Atau, dia akan sangat setuju ketika aku meminta izin untuk menjadi seotang relawan covid
...
Mungkin juga akan sangat menyenangkan membicarakan khilfah bersama dengan nya
..
Oh ya.. dia akan bangga ketika tau anaknya bisa terbang ke malaysia
..
Dan yang pasti akan banyak diskusi tentang kesehatan atau herbal dengannya


Aaaahhhh
Kemungkinan kemungkinan itu hanya membuatku tambah rindu, rindu yg tidak dapat terobati